Harajuku adalah sebutan populer untuk kawasan di sekitar Stasiun JR
Harajuku, Distrik Shibuya, Tokyo. Kawasan ini terkenal sebagai tempat
anak-anak muda berkumpul.
Sampai hari ini, kelompok anak muda berpakaian aneh bisa dijumpai di kawasan Harajuku. Selain itu, anak-anak sekolah dari berbagai pelosok di Jepang sering memasukkan Harajuku sebagai tujuan studi wisata sewaktu berkunjung ke Tokyo.
Sebetulnya sebutan “Harajuku” hanya digunakan untuk kawasan di sebelah utara Omotesando.
Sampai hari ini, kelompok anak muda berpakaian aneh bisa dijumpai di kawasan Harajuku. Selain itu, anak-anak sekolah dari berbagai pelosok di Jepang sering memasukkan Harajuku sebagai tujuan studi wisata sewaktu berkunjung ke Tokyo.
Sebetulnya sebutan “Harajuku” hanya digunakan untuk kawasan di sebelah utara Omotesando.
Sebelum zaman Edo, Harajuku merupakan salah satu kota penginapan (juku)
bagi orang yang bepergian melalui rute Jalan Utama Kamakura. Tokugawa
Ieyasu menghadiahkan penguasaan Harajuku kepada ninja dari Provinsi Iga
yang membantunya melarikan diri dari Sakai setelah terjadi Insiden
Honnji.
Di zaman Edo, kelompok ninja dari Iga mendirikan markas di Harajuku untuk melindungi kota Edo karena letaknya yang strategis di bagian selatan Jalan Utama Keshi. Selain ninja, samurai kelas Bakushin juga memilih untuk bertempat tinggal di Harajuku. Petani menanam padi di daerah tepi Sungai Shibuya, dan menggunakan kincir air untuk menggiling padi atau membuat tepung.
Di zaman Meiji, Harajuku dibangun sebagai kawasan penting yang menghubungkan kota Tokyo dengan wilayah sekelilingnya. Pada tahun 1906, Stasiun JR Harajuku dibuka sebagai bagian dari perluasan jalur kereta api Yamanote. Setelah itu, Omotesando (jalan utama ke kuil) dibangun.
Di zaman Edo, kelompok ninja dari Iga mendirikan markas di Harajuku untuk melindungi kota Edo karena letaknya yang strategis di bagian selatan Jalan Utama Keshi. Selain ninja, samurai kelas Bakushin juga memilih untuk bertempat tinggal di Harajuku. Petani menanam padi di daerah tepi Sungai Shibuya, dan menggunakan kincir air untuk menggiling padi atau membuat tepung.
Di zaman Meiji, Harajuku dibangun sebagai kawasan penting yang menghubungkan kota Tokyo dengan wilayah sekelilingnya. Pada tahun 1906, Stasiun JR Harajuku dibuka sebagai bagian dari perluasan jalur kereta api Yamanote. Setelah itu, Omotesando (jalan utama ke kuil) dibangun.
Di kawasan ini
dikenal sebagai tempat nongkrongnya anak muda –di Jakarta disebut anak
gaul- yang tentu sekaligus tenpat ajang pamer mode pakaian terbaru. Itu
awalnya. Namun dalam perkembangannya, di Harajuku muncul gaya berpakaian
yang boleh dibilang posmo. Gak nyambung alias gak “matching” (lagi-lagi
kata anak muda Jakarta), misalnya antara baju dan celana, rok dan gaun,
sepatu dan model rambut dan seterusnya. Juga warnanya, dan tentu bisa
dikembangkan ke warna sepatu, warna rambut dan seterusnya.
Nah, gaya inilah yang kemudian berkembang sendiri menjadi “merek” dan
bahkan kemudian menjadi semacam trend setter. Harajuku. Gaya posmo yang
seringkali “tabrakan” dianggap menjadi seni tersendiri dan bahkan
akhirnya menduni. Tak terkecuali di Jakarta. Pernah dengar grup penyanyi
“Ratu” yang saat ini lagi pecah berantakan dan sempat ngetop lewat
lagunya TTM alias Teman Tapi Mesra dan Lelaki Buaya Darat? Di Jakarta,
Ratu dikenal sering mengenakan kostum Harajuku. Personal Ratu, Maia
Ahmad dan Mulan Kwon memang sering tampil “aneh”,
misalnya mengenakan rok mini dipadukan dengan celana ketat sedengkul,
stocking bolong-bolong dan ditambah rambut yang dicat warna-warni.
Tentu
bukan hanya Ratu, di Jakarta banyak juga anak muda yang tak segan dan
tak malu ber-harajuku. Oh ya, Harajuku bisa juga disebut Japanese Style
dan juga bisa diidentikkan dengan gaya gothic. Style dengan corak serba
hitam bagai hantu (boleh juga disebut bak nenek sihir) ini memang
dipadugayakan dengan Harajuku dan masih ditambahkan dengan aksesoris dan
gaya rambut asimetris yang mencerminkan dandanan fashion anak muda
Jepang.
Beberapa orang mengatakan bahwa kepribadian seseorang juga bisa
ditentukan dari gaya pakaiannya. Lalu bagaimana kepribadian anak muda di
kota-kota besar di Indonesia yang kini makin meminati gaya berpakaian
ala harajuku?
Harajuku sebenarnya nama sebuah
tempat antara Shinjuku dan Shibuya di Tokyo, Jepang. Daerah itu adalah
daerah nongkrong anak-anak gaul ibukota Negeri Sakura.
Mereka biasanya mengenakan pakaian yang cukup unik dan fashionable. Mulai dari gaya gothic, hip-hop, punk, sampai dandanan berkarakter anime (kartun animasi Jepang).
Maka muncullah istilah harajuku di Indonesia. Di Tanah Air gaya harajuku atau dandanan khas gaya anak muda Jepang sempat populer sejak munculnya grup duo Ratu.
Grup
musik kaum hawa yang digawangi oleh Maia Ahmad ini sempat membuat gaya
dandanan yang memadukan rok mini atau celana panjang ketat dengan gaya
rambut warna-warni dan jenis sepatu unik. Gaya itu kini menjadi tren di
kalangan anak muda Indonesia.
Pada 29-31 Desember lalu sempat diadakan acara bertema Battle Of Harajuku
di Pasar Festival, Rasuna Said Kuningan, Jakarta. Ada yang memakai baju
robot seperti tokoh robot Sarivan dan Samurai. Acara ini pun termasuk
sukses dalam pelaksanaannya.
"Ini ajang komunikasi tempat pecinta budaya Jepang seperti komunitas harajuku, komunitas pecinta musik Jepang (J-pop/J-rock), komunitas gamers, maupun penggemar manga (komik) dapat bertukar pikiran dan mengenal lebih dekat," jelas Ray Bachtiar Drajat.
Ketua panitia Battle of Harajuku
ini juga menambahkan bahwa kegiatan yang dicetuskan sejak empat bulan
yang lalu ini secara tidak disadari menjadi gaya hidup urban sebagian
besar generai muda Indonesia.
"Kan ini hasil adaptasi dari beberapa kebudayaan juga termasuk Indonesia," ujarnya.
"Gue suka gaya harajuku karena asyik aja. Keren," jelas Alisa, seorang mahasiswi sebuah unversitas swasta di Jakarta.
Ia mengungkapkan bahwa sudah tiga tahun tertarik dengan dandanan harajuku girl ini. Alisa juga pernah ditertawakan oleh teman-temannya karena dandanannya yang dinilai cukup nyentrik ini.
Akan tetapi ia merasa cuek dan akhirnya merasa nyaman berpakaian ala harajuku.
"Gue jadi nambah temen di komunitas harajuku girls," jelasnya.
Di Amerika Serikat, gaya berpakaian harajuku semakin terkenal ketika penyanyi solo asal Amerika Serikat, Gwen Stefani, menggunakan jasa penari latar berpakaian ala harajuku girls di beberapa musik videonya.
Empat
penari latar yang merupakan asli orang Jepang itu pun mempromosikan
gaya berdandan ala remaja Jepang yang modis kepada masyarakat dunia di
setiap konser musik Gwen Stefani di berbagai belahan dunia.
Memang
dunia fashion tak pernah berhenti di suatu masa atau waktu. Ini tinggal
bagaimana anda memilihnya. Kalau Anda merasa cocok, silakan memilih
gaya berpakaian harajuku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar