Rabu, 05 September 2012

'HARAJUKU' Bergaya Rambut Ala Jepang


Harajuku adalah sebutan populer untuk kawasan di sekitar Stasiun JR Harajuku, Distrik Shibuya, Tokyo. Kawasan ini terkenal sebagai tempat anak-anak muda berkumpul.
Sampai hari ini, kelompok anak muda berpakaian aneh bisa dijumpai di kawasan Harajuku. Selain itu, anak-anak sekolah dari berbagai pelosok di Jepang sering memasukkan Harajuku sebagai tujuan studi wisata sewaktu berkunjung ke Tokyo.
Sebetulnya sebutan “Harajuku” hanya digunakan untuk kawasan di sebelah utara Omotesando.


Sebelum zaman Edo, Harajuku merupakan salah satu kota penginapan (juku) bagi orang yang bepergian melalui rute Jalan Utama Kamakura. Tokugawa Ieyasu menghadiahkan penguasaan Harajuku kepada ninja dari Provinsi Iga yang membantunya melarikan diri dari Sakai setelah terjadi Insiden Honnji.
Di zaman Edo, kelompok ninja dari Iga mendirikan markas di Harajuku untuk melindungi kota Edo karena letaknya yang strategis di bagian selatan Jalan Utama Keshi. Selain ninja, samurai kelas Bakushin juga memilih untuk bertempat tinggal di Harajuku. Petani menanam padi di daerah tepi Sungai Shibuya, dan menggunakan kincir air untuk menggiling padi atau membuat tepung.
Di zaman Meiji, Harajuku dibangun sebagai kawasan penting yang menghubungkan kota Tokyo dengan wilayah sekelilingnya. Pada tahun 1906, Stasiun JR Harajuku dibuka sebagai bagian dari perluasan jalur kereta api Yamanote. Setelah itu, Omotesando (jalan utama ke kuil) dibangun.

Di kawasan ini dikenal sebagai tempat nongkrongnya anak muda –di Jakarta disebut anak gaul- yang tentu sekaligus tenpat ajang pamer mode pakaian terbaru. Itu awalnya. Namun dalam perkembangannya, di Harajuku muncul gaya berpakaian yang boleh dibilang posmo. Gak nyambung alias gak “matching” (lagi-lagi kata anak muda Jakarta), misalnya antara baju dan celana, rok dan gaun, sepatu dan model rambut dan seterusnya. Juga warnanya, dan tentu bisa dikembangkan ke warna sepatu, warna rambut dan seterusnya.
Nah, gaya inilah yang kemudian berkembang sendiri menjadi “merek” dan bahkan kemudian menjadi semacam trend setter. Harajuku. Gaya posmo yang seringkali “tabrakan” dianggap menjadi seni tersendiri dan bahkan akhirnya menduni. Tak terkecuali di Jakarta. Pernah dengar grup penyanyi “Ratu” yang saat ini lagi pecah berantakan dan sempat ngetop lewat lagunya TTM alias Teman Tapi Mesra dan Lelaki Buaya Darat? Di Jakarta, Ratu dikenal sering mengenakan kostum Harajuku. Personal Ratu, Maia Ahmad dan Mulan Kwon memang sering tampil “aneh”, misalnya mengenakan rok mini dipadukan dengan celana ketat sedengkul, stocking bolong-bolong dan ditambah rambut yang dicat warna-warni.
Tentu bukan hanya Ratu, di Jakarta banyak juga anak muda yang tak segan dan tak malu ber-harajuku. Oh ya, Harajuku bisa juga disebut Japanese Style dan juga bisa diidentikkan dengan gaya gothic. Style dengan corak serba hitam bagai hantu (boleh juga disebut bak nenek sihir) ini memang dipadugayakan dengan Harajuku dan masih ditambahkan dengan aksesoris dan gaya rambut asimetris yang mencerminkan dandanan fashion anak muda Jepang.


Beberapa orang mengatakan bahwa kepribadian seseorang juga bisa ditentukan dari gaya pakaiannya. Lalu bagaimana kepribadian anak muda di kota-kota besar di Indonesia yang kini makin meminati gaya berpakaian ala harajuku?
Harajuku sebenarnya nama sebuah tempat antara Shinjuku dan Shibuya di Tokyo, Jepang. Daerah itu adalah daerah nongkrong anak-anak gaul ibukota Negeri Sakura.
Mereka biasanya mengenakan pakaian yang cukup unik dan fashionable. Mulai dari gaya gothic, hip-hop, punk, sampai dandanan berkarakter anime (kartun animasi Jepang).
Maka muncullah istilah harajuku di Indonesia. Di Tanah Air gaya harajuku atau dandanan khas gaya anak muda Jepang sempat populer sejak munculnya grup duo Ratu.
Grup musik kaum hawa yang digawangi oleh Maia Ahmad ini sempat membuat gaya dandanan yang memadukan rok mini atau celana panjang ketat dengan gaya rambut warna-warni dan jenis sepatu unik. Gaya itu kini menjadi tren di kalangan anak muda Indonesia.
Pada 29-31 Desember lalu sempat diadakan acara bertema Battle Of Harajuku di Pasar Festival, Rasuna Said Kuningan, Jakarta. Ada yang memakai baju robot seperti tokoh robot Sarivan dan Samurai. Acara ini pun termasuk sukses dalam pelaksanaannya.
"Ini ajang komunikasi tempat pecinta budaya Jepang seperti komunitas harajuku, komunitas pecinta musik Jepang (J-pop/J-rock), komunitas gamers, maupun penggemar manga (komik) dapat bertukar pikiran dan mengenal lebih dekat," jelas Ray Bachtiar Drajat.
Ketua panitia Battle of Harajuku ini juga menambahkan bahwa kegiatan yang dicetuskan sejak empat bulan yang lalu ini secara tidak disadari menjadi gaya hidup urban sebagian besar generai muda Indonesia.
"Kan ini hasil adaptasi dari beberapa kebudayaan juga termasuk Indonesia," ujarnya.
"Gue suka gaya harajuku karena asyik aja. Keren," jelas Alisa, seorang mahasiswi sebuah unversitas swasta di Jakarta.
Ia mengungkapkan bahwa sudah tiga tahun tertarik dengan dandanan harajuku girl ini. Alisa juga pernah ditertawakan oleh teman-temannya karena dandanannya yang dinilai cukup nyentrik ini.
Akan tetapi ia merasa cuek dan akhirnya merasa nyaman berpakaian ala harajuku.
"Gue jadi nambah temen di komunitas harajuku girls," jelasnya.
Di Amerika Serikat, gaya berpakaian harajuku semakin terkenal ketika penyanyi solo asal Amerika Serikat, Gwen Stefani, menggunakan jasa penari latar berpakaian ala harajuku girls di beberapa musik videonya.
Empat penari latar yang merupakan asli orang Jepang itu pun mempromosikan gaya berdandan ala remaja Jepang yang modis kepada masyarakat dunia di setiap konser musik Gwen Stefani di berbagai belahan dunia.
Memang dunia fashion tak pernah berhenti di suatu masa atau waktu. Ini tinggal bagaimana anda memilihnya. Kalau Anda merasa cocok, silakan memilih gaya berpakaian harajuku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar